Senin, 15 Oktober 2018

BELAJAR SANTUN DAN MEMAAFKAN

Laki-laki itu menuntun seekor unta dengan kasar. Tangannya menarik tali kekang untanya dengan keras, sementara mulutnya tak pernah berhenti memaki si unta. Nampaknya si unta menahan sakit, terlihat sebelah matanya keluar dari kelopaknya sampai menempel di pipinya. Sebelah wajah si unta telah basah oleh aliran darah.
Kejadian di siang bolong itu menggemparkan penduduk Bashrah. Mereka geleng kepala melihat sosok laki-laki itu dan unta yang diseretnya. Sangat kontras. Betapa tidak, sedangkan nilai laki-laki yang menyeret unta dengan unta yang diseret itu jauh tidak sebanding. Jangan keliru, unta itu adalah unta kesayangan pemiliknya. Adapun laki-laki yang menyeretnya bukanlah pemilik unta, tapi seorang budak miliki si pemilik unta!
Kontan saja masyarakat Basrah satu sama lain saling berbisik, "Wah, hari ini tamat sudah riwayat budak tak tahu diri ini."

Kegaduhan di depan sebuah rumah di kota Basrah itu mengundang si pemilik rumah untuk keluar ke halaman. Begitu ia keluar rumah, di hadapannya sudah berkerumun banyak orang. Para tetangga, budak miliknya dan unta kesayangannya dalam kondisi mengenaskan. Orang yang baru saja keluar dari dalam rumah itu memang pemilik si unta dan tuan dari si budak penyeret unta.
Dalam kondisi seperti itu, seorang tuan tentu wajar apabila marah dan naik pitam. Tentu biasa apabila seorang tuan membentak budaknya dan mencercanya dengan rentetan pertanyaan. Kenapa engkau berteriak-teriak dan memaki-maki? Kenapa mata unta kesayanganku sampai keluar dari kelopaknya? Siapa yang mencederai unta kesayanganku? Bagaimana kamu menjaga unta kesayanganku? Dan pertanyaan-pertanyaan dengan nada menyalahkan lainnya.

Di luar dugaan si budak dan para tetangga yang mengerumuninya, si tuan pemilik unta kesayangan itu memberikan reaksi yang sangat mengejutkan. Kalimat yang diucapkannya sungguh luar biasa. Dengan tenang dan penuh wibawa, tuan si budak sekaligus pemilik unta kesayangan itu mengatakan:

"Subhanallah (Maha Suci Allah). (Jika engkau memukul) kenapa tidak pada selain wajah? Semoga Allah memberkatimu, pergilah engkau dariku dan saksikanlah oleh kalian semua bahwa ia aku merdekakan!"
Sungguh jawaban yang hebat. Tidak ada caci maki, bentakan dan emosi sedikit pun dalam kalimat yang keluar dari mulutnya. Ia juga tidak melayangkan tangannya untuk memukul budaknya, atau melayangkan kakinya untuk menendangnya, apalagi memuntahkan ludahnya ke wajah budaknya.
Kalimat yang pertama keluar dari mulutnya justru kalimat dzikir yaitu tasbih, subhanallah. Kalimat kedua adalah sebuah pengajaran: jika terpaksa harus memukul, hendaknya memukul di daerah selain wajah dan jangan sampai melukai. Kalau terpaksa harus memukul, hendaknya pukulan ringan sebagai peringatan dan nasehat, bukan pukulan pelampiasan dendam.

Kalimat ketiga adalah sebuah doa bagi si budak yang telah berbuat salah itu, baarakallahu fiika, semoga Allah memberkahimu. Kalimat keempat adalah kedermawanan, ia memerdekakan si budak yang berbuat salah tersebut secara cuma-cuma, tanpa tebusan dan syarat apapun, detik itu juga, dan seluruh tetangga yang berkerumun di depan rumah itu menjadi saksinya.

Anda mungkin bertanya-tanya dalam hati, apakah kisah di atas sebuah cerita fiktif belaka ataukah benar-benar pernah terjadi? Jika memang kejadian nyata, siapa sosok si tuan yang penyabar, penyantun, pemaaf dan dermawan tersebut?

Kisah di atas benar-benar pernah terjadi tiga belas abad yang lalu di kota Bashrah. Si tuan pemilik budak dalam kisah di atas adalah seorang ulama dan ahli ibadah generasi tabi'in yang sangat dibanggakan oleh dunia Islam pada zamannya. Ia adalah imam Abdullah bin Aun bin Arthaban Al-Muzani. Beliau dilahirkan pada tahun 66 H di kota Bashrah dan wafat pada bulan Rajab 151 H. Unta kesayangan itulah yang senantiasa mengantarkannya ke medan jihad di bumi Syam dan haji ke baitullah di Makkah.

Ulama hadits dan sejarawan Islam, imam Adz-Dzahabi menulis tentang sosok imam Abdullah bin Aun, "Al-imam (sang ulama), al-qudwah (sang teladan), ulama Bashrah, Abu Aun maula suku Muzani, orang Bashrah, al-hafizh (ulama hadits yang hafal puluhan ribu hadits). Ia adalah salah seorang ulama yang memadukan ilmu dan amal." (Siyar A'lam An-Nubala', 6/365-366)

Kedalaman ilmunya diakui oleh para ulama besar generasi tabi'in dan tabi'it tabi'in. Imam Al-Awza'i, Syu'bah bin Hajjaj, Abdurrahman bin Mahdi, Abdullah bin Mubarak, Yahya bin Ma'in dan lain-lain mengakuinya sebagai salah satu ulama hadits, tafsir, qira'ah dan fiqih paling hebat di Irak pada masanya.
Kesungguhan ibadahnya, penjagaan lisannya, kesantunan, pemaafan dan kedermawanannya juga diakui oleh semua penduduk Bashrah.

Al-Qa'nabi berkata, "Ibnu Aun tidak pernah marah. Jika ada seseorang yang membuatnya marah, ia hanya berkata: "Semoga Allah memberkatimu."

Salam bin Abi Muthi' berkata, "Ibnu Aun adalah orang yang paling bisa menjaga lisannya."
Kharijah bin Mush'ab berkata, "Aku telah menemani Ibnu Aun selama 24 tahun. Selama itu aku tidak pernah melihat malaikat (layak) mencatat satu kesalahan pun bagi dirinya." (Siyar A'lam An-Nubala', 6/366)

Sifat-sifat mulia itu tidak heran disandang oleh imam Abdullah bin Aun. Dalam hidupnya ia memegang erat nasehatnya sendiri, "Menyebut-nyebut manusia itu adalah penyakit, adapun menyebut-nyebut Allah (dzikir) itu adalah obat."

Lembaran kehidupannya sungguh penuh dengan catatan ilmu dan amal. Imam Adz-Dzahabi meringkas komentarnya tentang imam Abdullah bin Aun dengan menulis, "Sungguh Ibnu Aun telah dikaruniai sifat santun dan ilmu dan jiwanya suci membantu dirinya untuk menjadi orang yang bertakwa. Sungguh beruntunglah ia." (Siyar A'lam An-Nubala', 6/369)

Banyak hikmah bisa kita petik dari kehidupan imam Abdullah bin Aun Al-Muzani, jika saja kita menyempatkan diri untuk mengkaji secara lengkap kehidupan beliau dan merenungkannya. Sengaja kita hanya mencuplik sepenggal kisah nyata dari kehidupan beliau, agar kita bisa belajar menumbuhkan sifat santun, pemaaf dan dermawan di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan ampunan Allah ini.
Puasa di bulan Ramadhan bukan sarana untuk membiasakan lapar dan dahaga semata. Ia juga merupakan sarana untuk mengendalikan emosi dan hawa nafsu agar sejalan dengan tuntunan wahyu Allah. Kemarahan, dendam, iri hati, dengki, sombong, dan penyakit-penyakit hati lainnya harus disucikan. Sifat-sifat utama seperti pemaaf, penyantun dan dermawan harus ditumbuhkan dan dibiasakan.
Jika hal itu berhasil dilakukan oleh orang yang berpuasa Ramadhan, niscaya kehidupan di luar bulan Ramadhan akan lebih indah dan penuh warna. Sifat-sifat utama tersebut adalah cirri-ciri utama kaum yang bertakwa, sementara tujuan finish berpuasa adalah mengantarkan kepada derajat takwa. Maha Benar Allah dengan firman-Nya,

            

Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran [3]: 133-134)

Allah Ta'ala juga telah menjanjikan balasan yang sangat menggiurkan dan janji Allah tidak pernah diingkari-Nya,

"Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". (QS. Ali Imran [3]: 136)

Senin, 24 September 2018

AL QUR'AN MUJIZAT YANG lNDAH


AL QUR'AN MUJIZAT YANG lNDAH

Al Qur'an Al Karim merupakan mu'jizat Rasul yang agung termasuk mu'jizat yang indah selain juga mu'jizat yang logis. Ia telah membuat bangsa Arab tidak mampu berkutik, yaitu dengan keindahan bayannya, kerapian susunan dan uslubnya, dan keunikan suaranya apabila dibaca, sehingga sebagian mereka menamakannya "Sihir."
Para ulama balaghah dan para sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul Qahir sampai Ar-Raf"i dan Sayyid Quthb dan selain mereka pada zaman kita ini telah menjelaskan sisi I'jaz bayani (kejelasan mu'jizat) atau sisi keindahan dalam kitab ini.
Yang dituntut di dalam membaca Al Qur'an adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya sampai keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman:
"Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (Al Muzzammil:4)
Rasulullah SAW bersabda
"Bukanlah termasuk ummatku orang yang tidak melagukan Al Qur'an." (HR. Bukhari)
Tetapi dengan lagu yang khusyu' bukan main-main atau merubah.
"Hiasilah Al Qur'an itu dengan suaramu." (HR. Muslim)
Dalam riwayat lainnya disebutkan
"Sesungguhnya suara yang baik itu menambah Al Qur'an menjadi baik." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa'i)
Rasulullah SAW juga bersabda kepada Abu Musa Al Asy'ari RA, "Seandainya kamu melihatku, aku mendengarkan suaramu tadi malam, sungguh kamu telah diberi seruling dari seruling keluarga Dawud." Abu Musa berkata, "Seandainya aku mengetahui hal itu, maka aku akan membacakan untukmu dengan bacaan yang lebih baik." (HR. Muslim)
Rasulullah SAW juga bersabda:
"Apa yang diizinkan Allah pada sesuatu, apa yang dizinkan Allah kepada Nabinya (adalah) untuk membaguskan dalam melagukan Al Qur'an yang dia baca dengan keras." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Saya pernah mendengar syaikh kita Dr. Muhammad Abdullah Darraz rahimahullah pernah menceritakan kepada kami tentang sikapnya dalam Majlis Al A'la penerangan siaran, dan beliau termasuk staf anggota, mengatakan "Sesungguhnya mereka itu menghendaki untuk menjadikan waktu membaca Al Qur'an pada pembukaan dan penutupan acara serta dalam acara-acara yang lainnya karena dengan perhitungan memberikan andil di bidang agama saja," maka Syaikh mengatakan, "Sesungguhnya mendengar Al Qur'an itu bukan hanya pertimbangan agama saja, akan tetapi juga bernilai seni dan keindahan dari isi kandungan Al Qur'an dan suaranya yang indah."
Ini benar, karena dalam Al Qur'an terkandung unsur agama, ilmu, sastra dan seni secara bersamaan. Dia mampu memberikan siraman ruhani, memberikan kepuasan akal, membangunkan perasaan, memberikan kenikmatan pada perasaan dan memperlancar lisan.

BACAAN UMROH


 Sesudah shalat sunnah Ihram, niat umrah.

Labbaik Allaahumma Umratan
“Ya Allah, saya datang memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan Umrah.”


Membaca Talbiah

Labaik Allaahumma labbaik Labbaik laa syaariika laka labbaik
Innal-hamda wanni’mata laka wal-mulk laa syariikalaka.

“Ya Allah saya datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya, seluruh pujian, kenikmatan, dankekuasaan/kerajaan hanyalah milik-Mu. Ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu.”

Shalawat

Allaahumma shalli’alaa Muhammad wa’alaa aali Muhammad
“Ya Allah, limpahkan kesejahteraan untuk Nabi Muhammad dan seluruh keluarga Muhammad.”

Do’a mohon ridha Allah Swt.

Allaahumma innaa nas-aluka ridhaaka wal-jannah
Wana’uudzubika min sakhatika wannaar

Ya Allah kami mohon keridhoan-Mu dan surga. Dan kami berlindung dari murka-Mu dan neraka

Robbanaa aatina fiddunya hasanah wafil-aakhiroti hasanah.
Waqinaa ‘adzabannar

 “Wahai Tuhan kami, karuniakan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Hindarkan kami dari siksa api neraka.


Do’a yang mudah dibaca pada setiap thawaf:

Subhaanallah wal-hamdu lillah walaa ilaaha illallooh wallaahu akbar. Laahaula walaa quwwata illaa billaahilaliyyil adhiim
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan,kecuali Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung.”

Rabbanaa aatina fiddunya hasanah wafil-aakhiroti hasanah. Waqinaa ‘adzabannar
“Wahai Tuhan kami, karuniakan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Hindarkan kami dari siksa api neraka.


Laailaaha illallaah wallahuabar Laailaaha illallaah wahdah. Laa syarikalah Lahul-mulku walahul-hamdu yuhyi wa yumiitu biyadihilkhoir wahuwa ‘alaa kulli syai’in q o d i i r.
L a a i l a a ha illallooh wahdah laa syariikalah. Anjaza wa’dah.Wanashoro ‘abdah. Wahazamal-ahzaaba wahdah.

Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan kecuali Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya   kerajaan dan pujian hanya milik-Nya,Dialah yang menghidupkan dan
mematikan. Ditangan-Nya  segala kebajikan.Dialah berkuasa atas segala sesuatu. Tidak da Tuhan kecuali Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya yang telah meluluskani janjinya, menolong hambanya dan mengalahkan sendiri kelompok musuh-Nya



Setelah selesai thawaf, mengerjakan shalat sunnah dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, dengan membaca setelah Al-Fatihah, surat Al-Kafirun pada rakaat pertama dan Al-Ikhlas pada rakaat kedua. Selesai shalat dilanjutkan berdo’a. Minum air zam-zam dengan membaca do’a:

Allahumma innaa nas’aluka ilman naafi’a wa rizqon waasi’a   wa syifaa’an min kulli daa’in wa saqomin yaa Arhamarrohimin
“Ya Allah kami mohon Engkau memberikan kami ilmu yang bermanfaat, rizki yang luas dan obat dari segala penyakit,Ya Allah yang Maha Pengasih”

HIKMAH MENUNTUT ILMU


Mari kita bersyukur atas nikmat berkesempatan untuk memulai menunut ilmu agama. Semoga ini akan memperbaiki hidup kita, sesuai sabda Nabi: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka Allah menggerakkan ia belajar ilmu agama sampai pandai.” (HR Bukhari).

Beberapa hikmah menuntut ilmu (agama) lainnya adalah:

1.Berada di jalan Allah
“Barang siapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, berarti dia berada di jalan Allah hingga pulang” (HR Turmudzi)

2.Mendapatkan pahala yang mengalir terus menerus
“Jika anak adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecualai 3 hal, yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendoakan orang tuanya.”(HR Muslim)

3.Agar tidak terlaknat
“Dunia dan seisinya terlaknat, kecuali yang memanfaatkannya demi kepentingan dzikrullah dan yang serupa dengan itu, para ulama dan orang-orang yang menuntut ilmu” (HR Turmudzi)

4.Ditinggikan derajatnya
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

5.Dimudahkan jalan menuju surge
“Barang siapa menempuh jalan untuk menentut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga” (HR Muslim)

Karena itu, dengan menuntut ilmu semoga kita menjadi orang baik, tetap berada di jalan Allah, memiliki pahala yang terus mengalir meskipun sepeninggal kita, tidak terlaknat, ditinggikan derajatnya dan dimudahkan Allah menuju surga. Aamiin