TAKBIRATUL IHROM
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selalu memulai sholatnya
(dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan
takbiratul ihrom yakni mengucapkan Allahu Akbar di awal sholat dan
beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya
salah. Beliau bersabda kepada orang itu:
"Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu'
dan melakukan wudhu' sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu
Akbar."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah
wudhu'mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu
ucapkanlah takbiratul ihrom."
(Muttafaqun 'alaihi).
Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisan
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad Ibnu Rusyd berkata, "Adapun seseorang yang membaca dalam
hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan
membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya
di mulut."
An Nawawi berkata, "…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya
untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah
dia sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan
suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat
gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya
sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika
membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku',
tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun
sunnah…" beliau melanjutkan, "Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi'i
dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi'i berkata dalam al Umm,
'Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada
disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran
itu.'." (al Majmuu' III/295).
MENGANGKAT KEDUA TANGAN
Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu (lihat gambar)
ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia
berkata:
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua
tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali
bertakbir untuk ruku' dan setiap kali bangkit dari ruku'nya."
(Muttafaqun 'alaihi).
Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga (lihat gambar),
berdasarkan hadits riwayat Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia
berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengangkat kedua
tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat)."
(HR. Muslim).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu
Khuzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya
lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya).
(Shifat Sholat Nabi).
BERSEDEKAP
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
"Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan
sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap)
ketika melakukan sholat."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya' dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang
sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya,
lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan
kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan
sanad yang shahih).
Meletakkan atau menggenggam
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada
punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya (lihat gambar)
berdasar hadits dari Wail bin Hujur:
"Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir kemudian
meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan
tangan kiri atau lengan kirinya."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah,
dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits
no. 485).
Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan
tangan kanannya (lihat gambar) , berdasarkan hadits Nasa'i dan
Daraquthni:
"Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya."
(sanad shahih).
Bersedekap di dada
Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
"Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin
Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa'il, halaman 222 berkata: "Imam
Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada kami…. Beliau
mengangkat kedua tangannya ketika berdo'a qunut dan melakukan qunut
sebeluim ruku'. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan
teteknya." Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi 'Iyadh
al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I'lam, beliau
berkata: "Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di
dada."
MEMANDANG TEMPAT SUJUD
Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat
sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul
Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat)."
(HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Larangan menengadah ke langit
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke
langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan
matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau
hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka."
(HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad).
Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda:
"Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena
Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang
sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri."
(HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul Ma'aad (I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang
yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil
Bar berkata, "Jumhur ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak
menyebabkan shalat menjadi rusak."
Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak
konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah
yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan
sebagainya.
MEMBACA DO'A ISTIFTAH
Doa istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu 'alaihi
wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk
Allah.
Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
"Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan
pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca
ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…" (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan
oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diantaranya adalah:
"ALLAHUUMMA BA'ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA'ADTA BAINAL
MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA
YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII BIL MAA'I WATS
TSALJI WAL BARADI"
artinya:
"Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku
sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah,
bersihkanlah kau dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih
dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari
kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun." (HR. Bukhari, Muslim
dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
"WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN
[MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII
WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL 'ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU
WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU,
LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA
'ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA'TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI
JAMII'AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL
AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF 'ANNII SAYYI-AHAA
LAA YASHRIFU 'ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA'DAIKA, WAL
KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN
HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA
ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumu dengan
penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb
semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku
diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya
Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau
Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah
menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua
dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa.
Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya
Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan
jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala
keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang
Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali
kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari
siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi,
aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu."
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
MEMBACA TA'AWWUDZ
Membaca doa ta'awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka'at, sebagaimana firman Allah ta'ala:
"Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi'i dan
diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu' III/323 dan Tamaam al Minnah
172-177).
Nabi biasa membaca ta'awwudz yang berbunyi:
"A'UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI"
artinya:
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari
semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari
hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq)."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni,
Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:
"A'UUZUBILLAHIS SAMII'IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM..."
artinya:
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk..."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
MEMBACA AL FATIHAH
Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun
sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah
sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (yang
artinya):
"Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama'ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib
untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama'ah ketika imam
membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur,
'Ashr, satu roka'at terakhir sholat Mahgrib dan dua roka'at terakhir
sholat 'Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut
secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…?
Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah
melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:
"Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?" Kami
menjawab: "Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah." Berkata Rasul:
"Kalian tidak boleh melakukannya lagi kecuali membaca Al-Fatihah, karena
tidak ada sholat bagi yang tidak membacanya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh At-Tirmidzi dan Ad-Daraquthni)
Selanjutnya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melarang makmum
membaca surat apapun ketika imam membacanya dengan jahr (diperdengarkan)
baik itu Al-Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini selaras dengan
keterangan dari Al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal tentang wajibnya
makmum diam bila imam membaca dengan jahr/keras. Berdasar arahan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam :"Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena
itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam
membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam
itu)…"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 &
604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini
menurut pandanganku Shahih).
"Barangsiapa sholat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya juga."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu
Majah, Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh
Al-Albani).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan bacaanya dalam
sholat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara kamu yang
membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai
Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku katakan: Mengapakah
(bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata Abu Hurairah,
kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah
keraskan bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang
demikian itu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan
Malik. Abu Hatim Ar Razi menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan
hadits ini hasan).
Hadits-hadits tersebut merupakan dalil yang tegas dan kuat tentang
wajib diamnya makmum apabila mendengar bacaan imam, baik Al-Fatihahnya
maupun surat yang lain. Selain itu juga berdasarkan firman Allah Ta'ala
(yang artinya):
"Dan apabila dibacakan Al-Qur-an hendaklah kamu dengarkan ia dan
diamlah sambil memperhatikan (bacaannya), agar kamu diberi rahmat."
(Al-A'raaf : 204).
Ayat ini asalnya berbentuk umum yakni dimana saja kita mendengar
bacaan Al-Qur-an, baik di dalam sholat maupun di luar sholat wajib diam
mendengarkannya walaupun sebab turunnya berkenaan tentang sholat. Tetapi
keumuman ayat ini telah menjadi khusus dan tertentu (wajibnya) hanya
untuk sholat, sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid,
Sa'id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah, Ibarahim An Nakha-i, Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir Ibnu Katsir II/280-281.
Cara Membaca Al Fatihah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah pada
setiap roka'at. Membacanya dengan berhenti pada setiap akhir ayat
(waqof), tidak menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya (washol)
berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Sahmi dan 'Amr Ad Dani,
dishahihkan oleh Hakim, disetujui Adz-Dzahabi.